Kamis, 10 Februari 2011

BERDOA DENGAN MAZMUR

BERDOA DENGAN MAZMUR
I.                   Pendahuluan
Mazmur bukanlah pertama-tama doa para imam yang dikuduskan sebagai pelayan Tuhan, bukan pula doa para hirarki atau petinggi Gereja. Mazmur juga bukan pertama-tama doa orang perseorangan dalam kehidupan sehari-harinya. Mazmur adalah pertama-tama doa umat Allah yang mencintai Allah dan telah mengalami kasih setia-Nya. Dengan kata lain, orang yang mendoakan mazmur berarti berdoa sebagai anggota umat Allah. Mereka memberi jawaban kepada firman dan karya-karya Allah terhadap umat-Nya. 

II.                Sekilas Tentang Mazmur
Mazmur adalah salah satu kitab setelah Ayub yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Dalam Septuaginta (Kitab Suci berbahasa Yunani), kitab mazmur ini disebut psalmoi, artinya: nyanyian-nyanyian yang biasanya diiringi dengan musik, khususnya kecapi.[1] Jemaat Yahudi yang berbahasa Ibrani atau Aram menyebut Kitab Mazmur sefer tebillim, artinya kitab puji-pujian, atau singkatnya tebillim.[2] Sedangkan jemaat Kristen di Indonesia mengartikannya dengan “nyanyian pujian”. Namun Kitab Mazmur tidak hanya mengungkapkan pengalaman manusia yang mengalami kasih Allah dan mewujudkannya dalam nyanyian pujian. Tetapi, Kitab Mazmur juga mengungkapkan seluruh pengalaman manusia di hadapan Allah dan sesamanya, seperti sakit, harapan, penderitaan, iman akan Allah, akan wahyu dan karya agung-Nya yang menyelamatkan. Singkatnya, Kitab Mazmur adalah doa syukur-pujian kepada Allah.

III.             Mazmur Sebagai Doa Dalam Zamannya
Mazmur digunakan sebagai doa oleh seluruh umat Kristen pada segala tempat dan jaman. Dari sejak zaman para rasul, mazmur digunakan sebagai doa atau dinyanyikan pada ibadah harian umat Kristen bersama dengan doa “Bapa Kami”, nyanyian Perjanjian Baru seperti nyanyian Maria, Zakharia, Simeon dan doa liturgis yang diciptakan dalam gereja.[3] Juga dalam Kis 2:46, para rasul dan murid “dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah”. Doa yang mereka naikkan ialah untuk memohon pertolongan Tuhan dan bersyukur kepada-Nya, bersandar pada mazmur, bahkan meminjam perkataannya (Kis 4:24-31 dengan kutipan Mzm 146:6 dan 2:1-2).
Bukan hanya dalam Gereja perdana, tetapi Yesuspun juga menggunakan Mazmur. Hal itu dapat dibuktikan dalam injil Lukas, di mana Yesus berdoa di kayu salib dengan seruan-Nya: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawaKu” (Luk 23:26 = Mzm. 31:6). Juga dalam Mrk 15:34 dan Mat 27:46, di kayu salib Yesus berseru dengan suara nyaring, “Eloi-eloi lama Sabakhtani?” yang berarti: Alahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Di dalam kematian-Nya Yesus menanggung keterpisahan dari Allah dengan menggunakan perkataan Mzm. 22:2 yang mengerikan itu sebagai doa.  
Kini, sejak Konsili Vatikan II, mazmur digunakan sebagai doa dan dinyanyikan dalam ibadat gereja. Konsili mempertahankan segenap Mazmur sebagai unsur yang paling besar dalam ibadat harian. Hal itu dirasa bahwa Kitab Mazmur merupakan buku doa Yesus sendiri.[4] Artinya, dalam keempat injil tersimpan tidak banyak doa Yesus, hanya beberapa saja, tetapi lazimnya Yesus berdoa dengan menggunakan buku doa utama dari Israel, yakni Kitab Mazmur yang sebagian besarnya dihafal oleh orang Yahudi saleh pada waktu itu.[5]

IV.             Berdoa dengan Mazmur
Mazmur merupakan doa jemaat yang berisi seruan dan pujian dalam situasi yang berbeda-beda. Mereka menantikan apa yang dilakukan Allah yang setia dan berpegang teguh pada cinta kasih Tuhan serta menyerahkan diri kepada kehendaknya.[6] 
Lalu, bagaimana menggunakan mazmur sebagai doa? Orang hanya dapat menggunakan mazmur sebagai doa bila disadarinya bahwa mazmur itu bukan “doa yang sudah jadi dan tinggal diucapkan saja”.[7] Mazmur mengambil bahan doanya dari kehidupan umat Allah dan masing-masing anggotanya, dan mengajar kita untuk membawakan kepada Allah hidup kita sebagai Gereja, bangsa, keluarga dan orang perseorangan.[8] Jelas bahwa Mazmur yang sama tidak dapat digunakan dalam situasi hati yang berbeda-berbeda. Ada Mazmur yang langsung dapat dihayati ketika kita sedih, sakit, takut; ada pula Mazmur yang kita gunakan sebagai doa di saat kita sehat, diampuni, ditolong. Namun, di satu sisi, Mazmur yang tidak sesuai dengan suasana hati pun sangat bermanfaat.  Mazmur-mazmur itu melegakan hati kita dan menghantar kita untuk belajar berdoa dari orang-orang beriman yang telah mendahului kita.
Kita hanya dapat menjadikan doa Mazmur menjadi doa pribadi kita sejauh kita mengerti arti Mazmur itu.[9] Hal ini dikarenakan Mazmur berbentuk syair dan pengalaman orang secara intuitip. Sehingga kita perlu belajar untuk mengatasi banyak kesulitan yang disebabkan oleh budaya dan situasi yang berbeda antara pengarang Mazmur dan kita.
Hal yang lebih penting lagi ialah bahwa kita hanya dapat menggunakan Mazmur sebagai doa dengan tepat bila kita menaikkannya sebagai doa “dalam Kristus dan dengan Kristus”[10]. Pengarang Perjanjian Baru menafsirkan bahwa Mazmur merupakan kesaksian yang berbicara tentang Kristus; angkatan demi angkatan orang kristen telah menggunakannya sebagai doa, sehingga dalam setiap Mazmur kita dapat melihat Kristus dan menaikkannya sebagai doa bersama dengan Dia.
Selain sebagai doa, mazmur juga dapat meresap ke dalam hati jika dinyanyikan. Ada macam-macam cara membawakan mazmur entah secara langsung, responsorial, antifonal atau bersahut-sahutan. Lalu apa artinya menyanyikan mazmur? Bernyanyi membentuk persatuan yang lebih besar antara anggota jemaah. Orang menjadi sehati dan sejiwa dalam memuji Allah karena orang didik untuk saling mendengarkan.[11] Selain itu, Mazmur juga dapat dirayakan bahkan didramakan. Merayakan Mazmur berarti memerankan Mazmur serta menyertai perayaan itu dengan ritus-ritus seperti berlutut, membungkuk, bersujud, dan sebagainya. Hal ini bertujuan untuk mendidik orang agar menjadi lebih peka terhadap persoalan-persoalan hidup, karena Mazmur dan hidup tidak terpisahkan satu sama lain.[12]

V.                Penutup
Mazmur mempunyai daya kekuatan untuk mengangkat hati dan budi kita kepada Tuhan, dapat pula menimbulkan dalam diri kita pikiran-pikiran yang suci dan berharga. Juga Mazmur-Mazmur membantu kita untuk menyampaikan pujian syukur pada saat untung dan membawa penghiburan dan keteguhan dalam kemalangan. Namun kita perlu menyadari juga bahwa pemazmur itu hidup dalam lingkungan budaya yang berbeda dengan kita, dan tentulah unsur-unsur budayanyapun mempengaruhi Mazmurnya. Sehingga hal yang terpenting ialah bahwa Mazmur itu harus menjadi kata-kata kita sendiri, bukan kata-kata Mazmur atau pemazmur. Karena yang berbicara dan berdoa adalah kita sendiri.
Mazmur adalah pertama-tama doa umat Allah yang mencintai Allah. Berdoa Mazmur berarti kita berdoa sebagai kesatuan anggota umat Allah. Walaupun kita mendoakan mazmur yang tidak sesuai dengan suasana hati kita, namun sesungguhnya kita sudah berdoa bagi mereka yang saat itu mengalami suasana yang sesuai dengan mazmur yang kita doakan. Sehingga, saudara-saudara kita yang seimanpun dikuatkan melalui doa-doa dan nyanyian kita.


[1] M. Claire Barth dan B.A Pareira, Kitab Mazmur 1-72 Pembimbing dan Tafsirannya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008, hal. 6.
[2] Ibid., hal. 5.
[3] Ibid., hal. 115.
[4] Wim Vander Weiden, Mazmur Dalam Ibadat Harian, Yogyakarta: Kanisius, 1990, hal. 188.
[5] Ibid., hal. 187.
[6] Katekismus Gereja Katolik Indonesia, Ende: Arnoldus, 1995, hal. 646.
[7] M. Claire Barth dan B.A Pareira, Op.cit, hal. 117.
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Ibid., 118
[11] B.A Pareira, Diktat Mazmur: Mazmur dan Pembinaan Integral Seorang Pelayan Firman, Malang: STFT, 2002, hal. 5.
[12] Ibid., hal. 7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar